Friday, February 27, 2009

She Supposed to be My Servant, Not My Master...

Ini adalah kisah hidupku...

Ini adalah posting dari blog ini, yang gw bajak. Karena bagus, mengena, dan gw pikir semua org juga demikian. Nah, go read and be inspired...

Seri Pacaran: 2. The Battle of Egos
Dulu waktu saya kuliah (and it’s been a long time), saya punya pacar. Kami saling mencintai tetapi waktu itu saya tidak tahu mengapa kami tidak bahagia. Hal ini lama sekali menjadi pertanyaan saya karena menurut saya logikanya adalah: Dua orang yang saling membenci akan menderita sementara dua hati yang mencintai akan bahagia. Begitu keyakinan saya waktu itu. Cukup lama saya pacaran dengan dia. Beberapa kali putus tetapi selalu nyambung lagi karena kami berdua memang tidak ingin berpisah. Kami hanya tidak tahan dengan pertengkaran yang terlalu sering terjadi hingga menguras energi kami.



Akhirnya kami berpisah juga tetapi sejak saat itu saya seperti terobsesi untuk membuka misteri ini: how to have a happy love relationship. Buat saya ini memang misteri. Ketika menyebut kata “cinta” seharusnya pikiran kita secara otomatis menghubungkannya dengan kata: indah, berbagi, bahagia, fun, kebersamaan, aman, memberi, menerima (bukan mengambil), senyum, hangat, diterima, dilindungi, dihibur, damai, sejuk, rindu, dan sebagainya. Sementara tidak demikian dengan saya waktu itu. Kata ini lebih sering terhubung dengan jengkel, cemburu, marah, egois, terkekang, salah, stress, pusing, ngga ngerti, ngatur, bingung, sebel, kecewa, nangis, sakit hati, sedih, hancur, tidak punya perasaan, dsb. (“Cape deeh....” kata anak kedua saya. Emang!) Pikiran saya selalu mengatakan, “There must be something wrong somewhere.”

Selidik punya selidik (nyelidikinnya juga lama lho) akhirnya saya temukan, ternyata ada sesuatu yang menghambat kita dalam memberi dan menerima cinta. Sesuatu itu namanya Ego. Ego yang adalah pelayan kita, merupakan bagian dari pikiran yang fungsinya untuk mempertahankan gambar diri kita. Cara kerjanya seperti survival instinctnya binatang, jika terancam akan menyerang untuk mempertahankan hidup. Tentu saja concern ego bukan mengenai kelangsungan hidup fisik tetapi kelangsungan kehidupan yang mempengaruhi gambar diri tuannya.

Arti hidup

Mari kita berfilsafat sejenak. Kita merasa hidup jika kita memiliki arti. Seorang nenek, tetangga di kampung halaman, baru-baru ini bunuh diri karena cucu kesayangannya diambil oleh orangtuanya dan tidak boleh diasuh oleh neneknya lagi. Nenek ini bukan satu-satunya yang melakukan hal ini. Banyak orang merasa tidak ada gunanya lagi hidup karena tidak menemukan arti dalam hidupnya. Untuk bisa terus merasa berarti manusia membutuhkan objek untuk mencurahkan perhatiannya. Obyek ini bisa berupa pekerjaan, hubungan seperti keluarga, pacar atau persahabatan, lingkungan, gereja atau organisasi tertentu, dsb. Tugas Ego adalah untuk mempertahankan peran orang tersebut di tempat yang telah dipilihnya. Semakin kuat posisi seseorang dalam hubungan yang dipilihnya, semakin aman egonya sehingga ia tidak mudah terancam.

Ego the Servant

Sebetulnya tugas Ego lumayan berat. Ia sangat sadar akan hukum yang berlaku di kehidupan jasmani ini yaitu; the survival of the fittest (yang kuat yang menang). The fittest disini tentunya juga termasuk the prettiest, the richest, the highest, the most competent, the smartest, dsb. Mengingat manusia di bumi ini banyak sekali, Ego sadar bahwa ia tidak bisa menjadi the fittest selamanya karenanya ia jadi sangat mudah khawatir dan panik. Setiap saat, setiap waktu seseorang bisa mengambil posisinya.

Sebagai pelayan, Ego adalah hamba yang sangat rajin. Ia cepat sekali meresponi apa yang tuannya lihat dan dengar. Mari kita lihat contoh cara ego bekerja. Akhir-akhir ini Wulan, sering mendengar pacarnya, Donny memuji Ajeng, teman kantornya. Ego Wulan mengartikan pujian tersebut sebagai tanda bahwa Wulan bukan lagi Donny’s best girlfriend. Ego terancam. Iapun mengirim tanda bahaya ke otak supaya otak mengambil tindakan. Contoh lain, sudah seminggu ini Donar tidak pernah menelpon Santy padahal biasanya paling rajin. Ego Santy terancam, mengartikan hal ini sebagai tanda bahwa Santy sudah bukan orang terpenting lagi dalam kehidupan Donar. Tanda bahaya dikirim ke pikiran.

Begitulah yang dilakukan Ego setiap kali merasa terancam ia akan mengirim sinyal bahaya ke otak. Otak kita memiliki program untuk mengahadapi bahaya, baik itu program bawaan yang sudah tertanam di dalam tubuh kita sejak dalam kandungan, seperti survival insting, atau yang kita pelajari dalam kehidupan ini. Tugas kita, sebagai tuan atas ego, adalah untuk tenang sehingga bisa meresponi tanda bahaya tersebut dengan bijaksana. Jika kita tempatkan ego pada posisinya maka ia akan sangat membantu kita. Tetapi jika kita biarkan ego menguasai pikiran kita maka ia bisa merusak seluruh kehidupan kita karena bagi Ego semua manusia di bumi ini adalah saingannya. Jadi baginya mereka adalah musuh yang berbahaya.

Ego and Unhappy Love Relationship

Terus apa hubungannya antara ego dengan unhappy love relationship? Dalam sebuah hubungan pastilah banyak terdapat perbedaan – perbedaan pendapat, perbedaan prisip, kemauan, sifat, kebiasaan, status sosial, latar belakang pendidikan, dll. Sesuai dengan tugasnya untuk menjaga gambar diri tuannya sebagai the best, sikap ego dalam menanggapi perbedaan adalah, dia harus menang : pendapatnya harus didahulukan, orang lain yang harus berubah, yang harus mengerti, yang harus menyesuaikan, yang harus mengalah dsb. Jadi pacaran tidak berfungsi sebagai ajang pengekspresian kasih tetapi lebih menjadi medan perang – siapa mengalahkan siapa, siapa menguasai siapa.

Tidak heran saya dulu tidak bahagia dengan pacar saya. Ketika saya lihat ke belakang, ternyata kami dulu memang masih dalam penjajahan si Ego. Saya bilang penjajahan karena sebetulnya Ego itu kan pelayan kita tapi saya biarkan ia mengatur saya.

Jadi bagaimana supaya pikiran kita tidak dikendalikan Ego?

Salah satu trik ego supaya kita tidak berubah adalah dengan mengatakan, “Memang sifat saya begini.” Tidak mau berubah itu memang sifatnya Ego. Karena Ego merasa aman di area yang dia ketahui. Berubah artinya masuk ke area yang baru dan ini sangat menakutkan bagi Ego karena dia tidak tahu medan perang.

Supaya tidak mudah dikuasai Ego, kita harus membawa pikiran kita ke tujuan yang lebih tinggi daripada kelangsungan hidup di bumi ini. Kita harus terus menerus belajar untuk meyakini bahwa apapun yang dikhawatirkan oleh Ego telah dijawab semuanya oleh Yesus, juru selamat kita.

To win or to be happy?

Pada suatu hari saya dan Stephen terlibat pertengkaran hebat dan ia memenangkan pertarungan tersebut. Ia puas sementara saya masuk ke kamar sakit hati. Tapi tidak lama kemudian ia datang meminta maaf, katanya, “I won but now I feel very lonely. Please, don’t be sad, darling. You were not wrong, I was.” Dr. Phil McGraw, seorang psikolog terkenal dari Amerika menanyakan, “Mana yang anda lebih suka: menang atau bahagia?” Pertanyaan ini cocok sekali menggambarkan apa yang Stephen rasakan waktu itu. Ia bisa menang atas saya istrinya tapi hubungan kami jadi renggang dan itu menyiksanya. Akhirnya ia memutuskan bahwa siapa yang salah dan siapa yang benar bukan hal yang penting lagi. Ia memilih untuk mengasihi istrinya dan bahagia. Ia telah menang atas egonya.

Yang perlu kita taklukkan bukanlah pasangan kita melainkan ego kita masing-masing. Saya percaya kasih itu indah. Jadi jangan biarkan ego menghancurkan keindahannya. (A&S)




Thanks to Agnes bwt inspirasinya. Maaf sy bajak... :P
Selama ini gw bnyk dengar orang bilang, musuh yang tersulit untuk dikalahkan adalah diri sendiri. Bagi gw pernyataan ini abstrak. Setelah baca artikel ini, gw kaya orang yang ada di ruangan remang2 dan tiba2 seseorang menyalakan lampu bwt gw. I can see clearer now.. :)

Labels:


read more...

Wednesday, February 25, 2009

Go Green!!

Sehubungan dengan tema yg mau saya angkat tuk ngajar anak2 binaan saya di sekolah minggu, hari ini mo posting dikit ah, tentang "Go Green" ini...

Terus terang, sebetulny tema ini juga rada2 nyindir perilaku saya sendiri sehari2. Mulai dari pemakaian listrik yg sembrono, air, tissue, kertas, bahan bakar, sistem pembuangan sampah yg ga ramah lingkungan, yah pokoknya hal2 kecil yg biasany saya lakukan dengan seenaknya karena udah kebiasaan.

Pikiran selama ini sih, alah, cmn gitu doank... ga ngefek bnyk deh kayanya. Tapi kalo diingat2 bahwa mungkin aja sebagian besar orang hidup dengan gaya seperti saya, sepertinya it will matter a lot, not to mention in the long run...

Ketika menonton berita pembalakan liar di tv, krisis air, banjir, pemanasan global akibat polusi, saya sering emosi sendiri. Secara naluriah, langsung nyalahin pemerintah dan pengusaha2 yg seenak udel menggunakan duit dan kekuasaan mereka untuk tidak mempedulikan lingkungan dan alam.

Padahal... kayu yg ditebang itu dipake buat bikin kertas dan tissue yg sehari2 saya pake dengan, uh, boros bgt yee... dikit2 print, dikit2 pake kertas baru padahal bnyk kertas terpakai yg di belakangny msh bersih. Dikit2 pake tisue, padahal ada lap kain yg bisa dicuci dan dipake ulang. Nah, karena mau enak dan serba praktis itu lah saya sudah menambahkan demand untuk pabrik kertas dan tissue untuk meningkatkan produksi mereka. Yg artinya lebih banyak pohon lagi harus ditebang. Walopun demand dari saya itu sedikit, tapi lama2 kan banyak jg ya, apalagi klo ternyata bnyk org pny sikap seperti saya.



Begitu jg dengan produk perawatan kulit, maunya yg bisa melembabkan kulit saya yg kering. Maka belilah saya produk2 yg mempunyai kandungan moisturizer yg tinggi. Padahaal, moisturizer itu asalnya dari palm oil. Semakin banyak demand untuk produk2 ini, maka semakin banyak juga lahan yg diperlukan untuk menanam pohon2 palm ini. Hutan lagi yg jadi korban. Dibabat untuk menanam pohon-pohon untuk kebutuhan produksi.

Lah emang apa jeleknya? kan sama2 pohon ini..

Tentu ada, jawabanny bisa dibaca di website greenpeace ini sekalian bisa sekalian ikut sign sebagai dukungan atas petisi yg diajukan Greenpeace terhadap perusahaan unilever. This is INDONESIAN forrest that we're talking about. OUR forrest...

Begitu juga dengan pemakaian listrik. Jujur ni, di rumah saya, siang2 pun di ruangan tertentu kami tetap menyalakan lampu. Apa sebab? di belakang rumah saya persis itu adalah bangunan sebuah SMU yg berlantai 3, jadi akses cahaya sangat sedikit karena ketutupan gedung sekolah itu. Samping kanan kiri, bok, rumah2 tetangge aye tuh, berantai 2 dan 3. Sami mawon. Terus berhubung Ayahanda saya matanya sudah nggak bagus, beliau memang butuh penerangan lebih. So, saya pikir gpplah, karena terpaksa. Tapi kadang kalo pergi, lampu2 tersebut lupa dimatikan. Buang2 listrik jadinya. Should remind myself from now on..

Trus beberapa kenalan saya, mengaku tidak bs tidur kalo tidak pake lampu. Jadi semalaman lampu kamarnya dibiarkan menyala sampe pagi. Untuk kasus seperti ini sepertinya ada solusi yg lbh baik. Yaitu pakelah lampu tidur yg makan energi lbh sedikit. Jd remang2 gt tidurnya, romantis dan irit.. :)



Kenapa? Karena kebanyakan pembangit PLN itu masih menggunakan BBM sebagai bahan bakarnya. Kita semua tau bukan, kalo hasil pembakaran BBM itu adalah karbondioksida alias asap. Yang bikin polusi udara sehingga menimbulkan efek rumah kaca. Maybe we do have enough money 2 pay the bills, but for the sake of our nature and the world we're living in, kita teuteup... harus ngirit. Oyah, saya juga sering liat pemborosan pada pemakaian AC. AC nyala tapi pintu terbuka lebar, ya terang udara dinginnya lepas bebas ke luar sana. What a waste... Jadi, mari kita selalu ingat untuk menutup pintu ruangan yang ber-AC.



Berikutnya adalah soal AER. Sering saya nemu keran di tempat2 umum yg ngocor dengan derasnya tanpa ada yg peduli. Itu aer PAM looh, somebody's gonna pay looh.. Yah, biarpun bukan saya yg bayar, tapi rasanya sayang juga air bersih gt terbuang2 percuma. Berjam2 mengucur dengan deras, apalagi berhari2, berapa galon tuh? Padahal di beberapa daerah ada orang2 yg harus antre untuk beli air bersih dengan mahal pula.
Disini kebanjiran, disono kekeringan... tragis emang.






Next thing is, SAMPAH. Duh ini mah, emg org Indonesia bgt, suka buang sampah seenak jidat. Ga memandang kaya miskin, buta huruf or berpendidikan tinggi, SAMA AJA. Saya pernah liat sampah dibuang keluar dari jendela sebuah mobil mewah, bemo, sepeda motor, atau pejalan kaki. Mak werrrr, sampah ilang. Bodo amat mo nyangkut di muka orang kek, ketendang kucing kek, keinjek ban kendaraan laen. Ga peduli. Yang penting gampang dan praktis. Memang praktis kalo menganggap jalanan itu sbg tempat sampah umum. Kendaraan kita bersih, jalanan kotor mah bukan urusan gw.



Pernah juga saya liat di jalan ada orang yang nyapu halaman, lalu sampahnya itu dia buang di selokan. Yap. Berhubung rumahnya di jalan besar, jadi selokannya pun cukup besar. Plung, gt aja. Tanpa dosa. Ga mikir itu sampah nanti mo kemana, nyangkut dimana yang kalo hujan nanti bisa bikin buntu saluran air sehingga bikin banjir. Ga ada kesadaran sama sekali. Ntar kalo dah banjir paling ngomel2, pindahin barang2, ngungsi, dan bilang ini takdir. Geez...



Gimana dengan toilet? hmm, bagi saya, wc teraman itu adalah wc di rumah. Yg kedua wc kantor krn tp hr dibersihin. Tp itu jg teteeep aja ada yg suka buang tissue tidak pada tempatnya... Padahal sih harusnya semua berpendidikan lumayan tinggi. Kalo di tempat umum lain, paling ngeselin kalo nemu toilet yg masih ada "peninggalan" dari pemakai sebelumnya. Entah padat atau cair (apakah itu?). Saya pikir saya ini udah malas, tapi ternyata ada org yg "membereskan" kotorannya sendiri aja enggan. I mean, orang macam apa sih yang ngurusin "polusinya" sendiri aja malas??



Mari kita didik diri kita sendiri sebelum kita menghujat pemerintah dan orang lain. Kata lainnya, mari kita benerin diri kita sendiri dulu sebelom membenarkan org lain. Lets start from ourselves. We are part of this world. What we individually do, does have effect to this world...

Nah, saya sudah berceramah cukup panjang hari ini. Sebelum kepala saya berasap, saya cukupkan sekian dl.. :)

cheers.

Labels:


read more...

Saturday, February 7, 2009

Bagai Makan Buah Simalakama

Mo share dikit ni. Gw baru pulang nonton Transporter 3 di Wisata. Bioskop 21 yg waktu jaman gw abg dulu terbilang lumayan keren, tempat nongkrong asik dan ga pernah sepi pengunjung. Selalu ter-update dengan film2 yg lumayan baru dan waktu itu ga pernah ketinggalan jauh dr resensi film di cinema2.
Sekarang, cuman jadi tempat yang terpaksa dikunjungi dikala gw ketinggalan nonton pilem bagus di Galeria, dan mencari layar lebar dengan harga murah meriah.

Wisata, sekarang lebih mirip bioskop di tengah pasar. Lingkungan yg kumal, lusuh saking berumur dan emang ga ada tanda-tanda usaha perawatan supaya keep-up dengan perkembangan jaman.
Mirip sepeda motor gw. Yang emang sengaja ga gw cuci untuk persiapan lomba motor terkotor se-Denpasar Selatan pas 17 Agustus-an ntar... Ga percaya? Sama.

Sebenernya, walopun gw telat masuk, film Transporter 3 nya lumayan jg... (I mean, nonton Jason Statham brantem sambil striptease? C'moon.. Look at those muscles.. and those awesome cars n actions n explosions... Who cares about the damn story? I'm entertaining my eyes.. if my eyes happy, my brain too.)

Selesai membodohi diri sendiri, gw harus kembali ke realita. Yang artinya mengusap iler gw, lalu beranjak pulang. Sampe tempat parkir, seperti biasa buka sadel motor, pake helm, jaket, lalu.... ada seorang bocah abg gaul dan cakep menadahkan tangan ke gw. What?

Gw pikir ni bocah main2. Kurang ajar ya, mainin orang tua. Ini kan dah di luar bioskop, bukan pelem. Stop playing around. Mana ada pengemis betulan yg cakep, kinclong dan gaul? Kecuali di sinetron Indonesia yang emang para gembelnya berambut keren (bahkan di-highlight rapih), kulit mulus tanpa noda kecuali make-up gelap yang keliatan banget sengaja dioles2in ke mukanya yang segar merona n ga keliatan kek org susah makan.
Jadi yg ada cmn gw pandangin aja tu bocah dr atas ke bawah. Rambutnya model gaul, muka bersih, mata sipit (no offense), baju oke, lalu tangan yang ada gelang2 gaulnya. Dalam penerangan yg remang2 itu gw beneran memelototi gelang di tangan bocah itu untuk mencari pembenaran bahwa ni anak mampu beli gelang gaul. Pasti bukan anak miskin. Pasti anak orang kaya lagi iseng.

Lalu setelah menemukan bahwa gelang yg dipakenya itu adalah gelang-gelang karet yg biasa dipake mak gw bwt ngiket tas plastik jadi satu, gw baru lumayan percaya kalo ni anak bisa jadi emang pengemis beneran. Tapi tetep aja, gw msh clingak-clinguk mencari orangtua or sopir yg keliatan bakal ngajak anak ini pulang naik mobil menuju ke istananya. "Kamu sekolah ga?" gw tanya. Dia menggeleng. "Kok ga sekolah?" tanya gw lagi, sambil berharap sopir or pembantunya anak ini segera datang untuk membujuk tuan mudanya berhenti ngisengin gw. Dia beranjak pergi. Gw dah lega, gw pikir akhirnya dia sadar ini dah malem n dia nyamperin sopirnya untuk pulang. Ternyata dia nyamperin org lain dan minta2 lagi... Saat itulah gw bener2 percaya, ni anak emg pengemis betulan.

Eh, dateng satu lagi yg lebih kecil nadahin tangan ke gw. Gw udah merogoh ke tas, tp yg gw lakukan malah nginterogasi tu anak. "Kamu ga sekolah? Dah malem kenapa ga pulang? Sana pulang tidur, ntar dicariin bapak ibunya loh.." Tu anak cmn menatap gw. Bibir rapat dengan tangan masih nadah. Gw langsung naik motor dan berlalu...

Sialnya perasaan gw jd ga enak. Shit.

Why?? Kalo misal itu orang dewasa dan masih muda, gw seperti biasa bakal bilang, mbak/mas masih muda, kuat. Kerja dong? Kalo orang tua, ga mikir2 gw bakal langsung kasih dengan pikiran gw membantu org yang lemah dan ga kuat bekerja. Nah kalo anak kecil? Kalo gw kasih maka hati gw bilang, lo membiasakan anak kecil mendapatkan uang tanpa bekerja. Itu tidak mendidik dan membuat mereka bodoh selamanya! Sedang kalo gw ga kasih, maka hati gw ngomong lagi, pelit banget sih lo? ngasih duit ga seberapa aja kok ga mau. Kalo mereka males, emangnya lo nggak?! nah lo.. Serba salah dah gw.

Karena mo ga mau harus diakui, kalo gw ini org malas yg beruntung. Beruntung karena terlahir di keluarga yang mampu kasih gw makan cukup, kasih pendidikan cukup, kasih pengarahan yang benar tentang hidup ini. Tapi gw pun sebenarnya ga kalah malas dr mereka. Kenapa gw boleh hidup senang dan mereka tidak?

Maka dari itulah, yang gw lakukan tadi hanya babbling dan mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan ga mutu pada 2 anak tadi. Maunya gw mengeluarkan perkataan bijak yg mempu menggugah mereka untuk besok2 berusaha dengan giat bekerja dengan lebih baik. Supaya mereka sadar dan punya tekad kuat untuk tidak jadi pengemis selamanya. But well.. I'm not a preacher...

Emang ga ada gunanya sih gw ngomel2 disini mengenai anak-anak miskin. Yang ada gunanya adalah klo gw take action, turun ke jalan dan mendirikan sekolah gratisan untuk mereka. Tapi gw lom ada nyali dan niat yg cukup untuk itu. So... this is just another post. Another No Action Talk Only from Maria Angelica Saraswati....



Don't Judge This Book (by The Moffatts)

If they only knew
How I felt inside
Maybe they'd understand
If they only knew
What I could do
Maybe they'd understand

Just give me a chance
and I'll prove it to you
There's so much I can do
Don't judge this book by its cover
I just look different than you

We've all got our talents
They're not all the same
I wish they'd understand
If they'd look past this cover
my story'd begin
Maybe they'd understand

Just give me a chance
and I'll prove it to you
There's so much I can do
Don't judge this book by its cover
I just look different than you

It's not the clothes I wear
Or the color of my hair
I've got the will and
I've got the heart
I just wish someone would care

Just give me a chance
and I'll prove it to you
There's so much I can do
Don't judge this book by its cover
I just look different than you

Labels:


read more...